Perspektifmaluku- Dugaan tindak pidana penyerobotan lahan, pengrusakan dan pengancaman yang dilakukan masyarakat Piliana di Petuanan Adat Negeri Yaputih Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah merupakan kejahatan terorganisir.
Pasalnya upaya Negeri Piliana untuk menguasai lahan tersebut bukan baru terjadi pada Agustus 2024. Namun ada fakta lain yang lebih menarik yakni, pada tahun 2018 Pemerintah Negeri Piliana menyurati Lembaga Adat Negeri Yaputih untuk mengubah batas tapal dari sungai Yahe bergeser ke satu daerah yang disebut Walila.
“Keinginan ini ada sejak lama, dan ini sangat terorganisir. Semua bukti akan kami serahkan ke Pihak Kepolisian,” Singkat Soe Hatapayo 6 September 2024.
Lanjut Hatapayo, fakta di atas mengkonfirmasi bahwa ada keinginan yang kuat untuk memiliki lahan tersebut, dan keinginan itu telah diseriusi dengan tindakan-tindakan yang melanggar hukum seperti penebangan, pengrusakan, dan penghadangan menggunakan simbol-simbol adat seperti sasi.
Olehnya itu, Hatapayo meminta Kanit Reskrim Polsek Tehoru AIPDA DJ. Bolohroy S. AP tidak main-main dalam menangani kasus ini.
Salah satu fakta bahwa AIPDA DJ. Bolohroy S. AP main-main dan tidak bertanggung jawab atas tugas fungsi dan kewenangan yang melekat pada seragamnya adalah, dengan tidak bertindak cepat menindak-lanjuti surat perintah penyelidikan dengan nomor: SP-lidik/09/VIII/2024/Unit Reskrim yang telah diterbitkan tanggal 14 Agustus 2024.
“Sejak dilaporkan pada 13 Agustus 2024 kami menunggu undangan kok belum ada, akhirnya pada 3 September 2024 kami publis persoalaan ini dibeberapa Media meminta perhatian dari Pak Kapolres Malteng, dan pada tanggal 4 September 2024 kami baru mendapatkan undangan.” Jelasnya.
Hatapayo menyampaikan, kinerja oknum Polisi seperti itu yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap instansi Kepolisian semakin menurun, membuat citra Kepolisian di tengah-tengah masyarakat semakin buruk dan mendidik masyarakat untuk membangkang terhadap Negara.
Dikatakan, pola menganggap enteng masalah seperti ini haram hukumnya menjadi kebiasaan di instansi penting Negara seperti Kepolisian. Apalagi pada persoalan yang berpotensi terjadi konflik antara kelompok masyarakat.
“Pastikan Kepala Pemerintahan Negeri Piliana dan Saniri Negeri Piliana diproses sesuai hukum yang berlaku, serta mengungkap aktor intelektual dibalik kejadian ini.” Tutup Hatapayo.