Hukum adalah pilihan sadar manusia untuk mengamankan hidup masing-masing terhadap orang lain (Thomas Hobes), sebab menaati hukum bukan karena takut dihukum, tugas hukum adalah membimbing manusia lewat (uu) pada hidup yang saleh dan sempurna.
Orang yang melanggar (uu) harus dihukum, tetapi hukum itu bukan untuk balas dendam, sebab pelanggaran merupakan suatu penyakit intelektual manusia karena kebodohan. Maka hukum bukan hanya berhenti pada penghukuman, melainkan berperan menyembuhkan penyakit moral yang ada dan membahagikan manusia melalui bekerjanya hukum yang baik.
Ironisnya maindset sebagian orang terhadap hukum saat ini telah berbalik arah seolah hukum telah kehilangan ruh dan kemurnianya padahal setiap orang harus merasa berbahagia dengan adanya hukum yang melindungi setiap kepentingan, baik kepentingan individu, kepentingan kelompok dan kepentingan umum yang adil.
Banyak teori dan ajaran-ajaran tentang pemurnian dan pemahaman hukum yang baik, kendati hanya sebatas nyanyian pelipur lara akibatnya eigenrichting dan street juctice sering terjadi dan merupakan kewajaran bagi sebagian orang.
Tidak jarang kita temui penyelesaian kekerasan adalah dengan kekerasan. Survival of the fittest “siapa yang kuat dia yang bertahan” terkesan sangat ganas tetapi harus diterima sebagai sebuah realita.
Melihat hal tersebut tentu merupakan tanggung jawab bagi orang hukum, pemerhati hukum terkhususnya penegak hukum, dalam merubah dan mengembalikan semangat berhukum saat ini. Bahwa hukum dan keadilan selalu ada dalam menjamin dan melindungi setiap kepentingan manusia.
Merubah kebiasaan tersebut tentu tidak bisa dilakukan dengan polarisasi yang sederhana, didalam konsep hukum ada tiga instrumen yang dikenal dengan legal subtance, legal structure dan legal culture, yang merupakan satu kesatuan dalam perwujudan hukum yang baik.
Dimulai dari legal subtance (substansi hukum meliputi materi hukum yang dituangkan dalam undang-undang), kemudian legal structure (menyangkut kelembangaan institusi pelaksana hukum, aparat penegak hukum) sedangkan legal culture, (menyangkut perilaku hukum masyarakat).
Konsep tersebut adalah upaya atau perwujudan praktek pelaksanaan hukum yang baik bilah saling berkesusuaian dalam dalam prakteknya.
Hal ini dikarenakan (legal structure) hukum memiliki pengaruh yang kuat terhadap warna (budaya hukum), budaya hukum adalah sikap mental yang menentukan bagaimana hukum dijalankan.
Struktur hukum yang tidak mampu menggerakan sistem hukum akan menciptakan ketidakpatuhan (disobedience) terhadap hukum, dengan demikian struktur hukum yang menyalahgunakan hukum akan melahirkan budaya menelikung dan menyalahkan hukum.
Idealnya bila substansi itu baik namun tidak dengan struktrunya maka hukum itu akan kehilangan kedudukanya sebagai harapan yang membahagiakan, hukum bukan lagi melayani manusia tapi sebaliknya.
Hukum itu untuk manusia dan melayani manusia bukan sebaliknya.